nusakini.com--Pembentukan daerah otonomi baru (DOB) tak selalu berujung pada peningatan pembangunan serta kesejahteraan rakyat. Sekitar 80 persen pemekaran daerah tak sesuai dengan tujuannya, malahan masih mengandalkan sumber pendanaan dari pemerintah pusat. 

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pada 1999 lalu, jumlah kabupaten/kota tidak sampai 300an daerah, namun sekarang sudah lebih dari 500an. Belum lagi, ada 122 daerah yang antri untuk dimekarkan, termasuk ingin menjadi provinsi. 

“Setelah saya timbang, stop dulu. Dibentuk dulu daerah persiapan,” kata Tjahjo dalam agenda Sekolah Pimpinn Tinggi (Sespimti) Polri Dikreg ke-25 Angkatan Tahun 2016 di Gedung S. Imam Santoso Sespim Polri, Lembang, Senin (25/7). 

Tjahjo menambahkan, pemerintah akan mengeluarkan peraturan agar pemekaran lebih selektif. Misal ada persyaratan seperti luas wilayah, jumlah penduduk, batas wilayah, cangkupan wilayah, batas usia minimal provinsi, kabupaten/kota serta kecamatan. 

Adapun sejumlah hal yang menjadi motif suatu daerah membentuk otonomi baru adalah karena pertimbangan etnis, historis kedaerahan, rentang kendali, luasnya cakupan geografis, elite daerah dan alasan karena merasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. 

“Pak jokowi, meminta saya untuk stop otonomi daerah. Karena hampir 80 persen tidak sesuai dengan tujuan karena sedikit-sedikit mengandalkan pusat,” ujar dia. 

Misalnya, sampai sekarang ini ada 163 polsek di daerah yang kekurangan kantor. Belum lagi, masih ada 58 persen camat di Indonesia tidak paham untuk mengelola pemerintahan. Makanya selain kesiapan daerah, ia juga ingin ada sumber daya manusia yang memadai dalam pemekaran.(p/ab)